Tuesday, August 16, 2011

KEMERDEKAAN SEJATI

KEMERDEKAAN SEJATI[1]

Oleh : Stanley R. Rambitan

Keadaan merdeka, bebas dari kekuasaan, tekanan dan penindasan pihak lain tentu sangat melegakan dan menentramkan. Merdeka membuat orang dapat menjadi dan mengatur diri sendiri sesuai dengan keadaan, kebutuhan dan keinginan sendiri. Tanggal 17 Agustus 2011, bangsa Indonesia memperingati Proklamasi Kemerdekaan yang ke-66. Pada tanggal ini bangsa Indonesia memproklamasikan pembebasan diri dari kekuasaan dan penindasan bangsa lain atau penjajah, Belanda dan Jepang. Peringatan HUT kemerdekaan yang dilaksanakan itu dimengerti sebagai hari dan suasana syukur dan sukacita yang menyenangkan. Tanda syukur itu pertama-tama diperlihatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang menyebut bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia ini adalah atas berkat rahmat Allah. Ungkapan syukur ini selalu dibacakan pada upacara peringatan hari kemerdekaan, setiap 17 Agustus. Sebagai suatu sukacita, perayaan kemerdekaan ini ditandai oleh adanya pesta-parade, perlombaan seni dan olah raga dan upacara bendera.

Kemerdekaan merupakan peristiwa penting yang menyebabkan perubahan pada keadaan atau suasana tempat, mentalitas, pola pikir dan sikap hidup pada manusianya; perubahan dari yang buruk atau kurang baik menjadi baik; dari yang kurang bermanfaat menjadi bermanfaat; dari keterbelakangan/ketertinggalan kepada perkembangan dan kemajuan; dari duka cita menjadi suka cita; dari kesengsaraan-kemiskinan menjadi kemakmuran-kekayaan. Inilah makna dan fungsi kemerdekaan itu. Keadaan merdeka dalam hal-hal itu tentunya dan secara ideal sudah harus dialami oleh bangsa Indonesia secara umum setelag 66 tahun merdeka. Namun kenyataannya, masih banyak sekali penduduk Indonesia yang menderita karena kemiskinan, kebodohan dan penindasan sosial-politik. Ini karena harta kekayaan negara dan kemakmuran yang didapat darinya hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang, terutama para penguasa (birokrat dan politisi) dan konglomerat dengan cara memperolehnya yang kebanyakan tidak halal, dan yang terbanyak adalah dengan cara korupsi-komisi, pungutan liar dan pemerasan. Kebanyakan warga yang menikmati kemakmuran sebagai manfaat dari kemerdekaan adalah bandi-bandit dan mafia-mafia kekuasaan (kalangan esekutif, legislatif dan yudikatif), mafia dan bandit pajak, mafia dan bandit proyek-proyek dari dana APBN dan APBD (yang sebenarnya adalah uang milik Negara/rakyat). Lihatlah antara lain kasus-kasus Cek Pelawat (Miranda Gultom-Nunun Nurbaeti), Susno Duadji, Gayus Tambunan dan Muhammad Nazaruddin. Negara Indonesia secara formal konstitusional memang sudah merdeka, mandiri dan berdikari. Tetapi bangsa dan masyarakat Indonesia sebenarnya belum sesungguhnya merdeka. Kita memang sudah merdeka dari Belanda dan Jepang sejak 17 Agustus 1945, tetapi bangsa ini masih dijajah oleh bandit-bandit dan mafia-mafis dari bangsa sendiri.

Ajaran Alkitab, Firman Tuhan mengatakan, kemerdekaan yang sesungguhnya terjadi ketika orang tidak lagi dikenakan kuk perhambaan; ketika orang tidak lagi dibebani atau dipersulit oleh berbagai aturan atau kewajiban tradisi atau adat-istiadat, nilai-nilai, pandangan dan praktek hidup yang kaku, yang menekan, yang menjadikan hidup orang menjadi rumit dan sulit. Dalam adat Yahudi, kuk perhambaan atau penindasan itu tampak dalam aturan-aturan, misalnya: tidak boleh menyembuhkan orang sakit atau memetik gandum pada hari sabat, memberi persembahan korban (harus sapi atau domba yang gemuk) dan membayar perpuluhan. Dalam tradisi Kristen mula-mula, misalnya, orang dipaksa harus bersunat, perempuan harus diam dalam pertemuan jemaat dan sebagainya. Atau juga dalam perkembangan dan tradisi gereja tertentu, ada aturan-aturan seperti tidak boleh tepuk tangan, atau memakai alat musik dalam ibadah ; ibadah harus hening, pendeta harus memakai pakaian khusus. Jadi ada pemutlakan; absolutisme atau otoriterianisme terhadap hal-hal yang bukan prinsipil yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap hubungan dengan Tuhan dan terhadap manusia atau kemanusiaan. Inilah yang dikritik oleh Firman Tuhan dalam.

Alkitab (Galatia 5 :1-15) mengatakan, orang Kristen sudah dimerdekakan oleh Kristus, jadi tidak ada lagi perhambaan ; tidak ada lagi aturan-aturan yang membebani dan menyulitkan. Yang ada adalah kebebasan berpikir dan bertindak berdasarkan cinta kasih dan pelayanan kepada manusia dan dunia. Tuhan di sini hendak mengatakan bahwa aturan-aturan adat atau agama seharusnya membuat manusia tertolong atau terbebaskan dari kesulitan dan penderitaan. Peraturan dibuat untuk kebaikan manusia, bukan sebaliknya, manusia bisa dikorbankan demi peraturan. Namun ini bukan berarti bahwa kita dapat dengan sebebas-bebasnya melakukan apa yang diinginkan, termasuk berbuat dosa ; yaitu membuat diri sendiri dan orang lain menderita. Kemerdekaan Kristen itu memperhitungkan kebaikan atau manfaat suatu tindakan bagi diri sendiri dan orang lain. Inilah kemerdekaan yang bertanggung jawab, kemerdekaan yang sesungguhnya ; kemerdekaan sejati.

Jika kita hidup dalam keadaan, pola pikir dan sikap-prilaku yang merdeka seperti itu maka begitu indah sebenarnya hidup ini. Jika orang, dalam bertindak, dalam melakukan sesuatu, memperhatikan, memperdulikan dan mengasihi-menyayangi diri sendiri dan orang lain atau dunia ini maka diri kita dan apa yang dilakukan itu akan membawa sukacita, kesenangan, kelegaan dan kedamaian bagi siapapun; baik bagi diri sendiri maupun orang lain; tentu bagi Tuhan juga. Sekian. /srr/17082011.



[1] Tulisan ini direvisi dari artikel saya yang sudah diterbitkan di Majalah DILAH, GKJ Jakarta.