Friday, March 6, 2009

FORUM KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Forum Kerukunan Umat Beragama
dan Persoalan Mendirikan Gedung Ibadah

Pdt. Stanley R. Rambitan[1]


Pengantar
Pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia membuat masing-masing umat beragama tidak bisa tidak harus saling berjumpa dan berinteraksi. Perjumpaan ini, di samping hal-hal positif seperti saling mengenal, membagi pengalaman dan bekerja sama, tidak jarang juga menimbulkan konflik dan bahkan kerusuhan. Tentu tidak ada pihak yang menghendaki sisi negatif perjumpaan antar umat beragama itu terjadi, termasuk pihak pemerintah. Karena itu, di dalam sejarah Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan yang mengatur kehidupan dan hubungan antar umat beragama.[2] Yang terbaru dan sangat populer di kalangan umat beragama adalah Peraturan Bersama Dua Menteri (atau PB2M), yang dikeluarkan oleh menteri agama dan menteri dalam negeri, tahun 2006.[3]

Ada empat pokok isi dari PB2M, yaitu mengenai :
Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, atas nama Pemerintah
Pemeliharaan kerukunan Umat Beragama
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan
Pendirian Rumah Ibadat.

Mengenai FKUB tertulis di Bab III, pasal 8 sampai 12, sedangkan mengenai perdirian rumah ibadat terdapat dalam Bab IV, pasal 13 sampai 17. Kedua hal itu saling terkait karena FKUB termasuk pihak yang diberi hak dan wewenang untuk memberikan rekomendasi sebagai syarat untuk mendapatkan IMB gedung ibadat.

PB2M dipahami banyak kalangan sebagai bentuk baru dari Surat Keputusan Bersama dua Menteri (SKB 2 Menteri) No. 1, tahun 1969.[4] Seperti SKB 2 Menteri, PB2M juga adalah peraturan yang sangat kontroversial. Hal ini karena di dalam praktek justru tidak jarang konflik antar umat beragama, khususnya penutupan rumah ibadah, muncul akibat penerapan peraturan-peraturan itu yang tidak konsisten dan objektif oleh pihak-pihak yang tidak berwenang. Namun, berbeda dengan SKB 2 Menteri, yang disusun sendiri oleh pemerintah, PB2M disusun dengan melibatkan perwakilan-perwakilan pimpinan agama-agama yang ada di Indonesia, dan rumusan peraturan itu adalah hasil kesepakatan dan keputusan bersama.

PB2M dan khususnya adanya FKUB adalah produk hukum negara atau pemerintah. Jadi peraturan yang berlaku adalah mengikat bagi seluruh warga negara Indonesia, dalam hal ini seluruh umat beragama. FKUB sendiri dipahami sebagai lembaga “semi plat merah”, karena sekalipun para anggotanya adalah utusan-utusan dari lembaga keagamaan (dari enam agama: Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, Islam, Kristen dan Katholik), namun keberadaan dan keabsahan status dan peran mereka ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur; dan lembaga ini berkedudukan di kantor pemerintah, baik di provinsi maupun di kabupaten dan kotamadya. Dalam struktur pemerintahan daerah, sesuai PB2M, FKUB terdapat di tingkat provinsi dan di kabupates dan kotamadya. Status dan peran strukturalnya, khususnya menyangkut anggaran, FKUB berhubungan dengan Dinas Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial (DisBintalKesos). Jadi anggaran operasional FKUB menjadi tanggungan dalam APBD. Jumlah anggota FKUB, yaitu: provinsi sebanyak 21 orang dan kabupaten dan kotamadya sebanyak 17 orang. Di samping itu, ada dewan penasihat yang diketuai oleh Wakil Gubernur untuk tingkat provinsi dan wakil bupati atau walikota untuk tingkat kabupaten dan kotamadya.

Tugas-tugas FKUB provinsi dan kabupaten/kotamadya adalah sebagai berikut (dikutip langsung dari PB2M):
melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat
menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan
melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
(untuk kabupaten dan kotamadya ditambag satu tugas, yaitu:)
memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.


Sesuai dengan tugasnya, khususnya tingkat Kabupaten dan Kotamadya, dalam hal pendirian rumah ibadat, FKUB memiliki hak dan wewenang memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat. Rekomendasi FKUB yang dimaksud adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak pemohon untuk mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dari pemerintah. Di dalam pelaksanaannya, rekomendasi dari FKUB adalah syarat terakhir dan menentukan, setelah persyaratan-persyaratan lain terpenuhi, seperti diatur dalam bab IV PB2M, yaitu: 1) syarat adminstratif dan teknis bangunan, 2) daftar 90 nama beserta foto copy KTP pengguna bangunan, 3) dukungan sedikitnya 60 warga masyarakat sekitar gedung yang disahkan oleh aparat pemerintah (RT, RW dan Kepala Desa/Lurah), dan 4) rekomendasi tertulis kepala kantor Departemen Agama kabupaten/kotamadya.

FKUB akan memberikan rekomendasi dimaksud setelah memeriksa kelengkapan dari empat persyaratan tersebut di atas dan juga setelah melakukan pemeriksaan di lapangan, baik terhadap keadaan tempat dan juga melalui dialog dengan pipinan dan tokoh masyarakat sekitar. Rekomendasi disampaikan kepada Bupati/Walikota, yang nanti dengan mempertimbangan berbagai persyaratan dan rekomendasi itu, mengeluarkan IMB yang diminta.

Di dalam praktek pelaksanaan peran dan tugas FKUB, sejak PB2M dikeluarkan sampai saat ini, masih belum sesuai dengan yang tertulis di dalam peraturan tersebut dan di dalam keputusan Gubernur (khususnya DKI Jakarta). Hal ini karena masih banyak kendala administratif dan teknis yang ada, seperti anggaran dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya belum terrealisasi secara keseluruhan. Jadi FKUB di banyak tempat dan dalam banyak hal belum dapat berfungsi. Di pihak lain, telah cukup banyak persoalan yang muncul menyangkut peraturan dalam PB2M, khususnya mengenai pendirian rumah ibadat. Bahkan dalam kenyataan, justru persoalan-persoalan muncul, seperti penutupan tempat-tempat ibadat, karena pihak-pihak yang melakukan penutupan itu menggunakan PB2M (sebelumnya yang digunakan adalah SKB 2 Menteri No. 1, Tahun 1969) sebagai dasar hukum mereka.

Dalam menghadapi keadaan ini tentu berbagai pihak perlu besikap sabar dan bijak. Pihak-pihak yang memohon IMB dan ijin penggunaan gedung ibadah perlu bersabar, menunggu proses pelaksanaan tugas pihak-pihak terkait, khususnya FKUB. Demikian juga, pihak-pihak yang selama ini mempersoalkan keberadaan sebuah gedung ibadah dan atau ibadah yang dilakukan di dalam gedung-gedung yang diperuntukkan bukan untuk ibadah, agar menahan diri dan menyerahkan penanganan persoalannya kepada pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang. Dan tentu, diharapkan bahwa pemerinta dan pihak-pihak yang berwenang bertindak objektif dan sesuai hukum atau peraturan yang berlaku. Di dalam persoalan keagamaan dan hubungan antar umat beragama, pihak umat beragama dan pemerintah serta pihak berwenang lainnya, perlu lebih mengedepankan penegakan hukum secara objektif, berkeadilan dan berperikemanusiaan. Sekian.

/Jakarta, Januari 2008


[1] Stanley R. Rambitan adalah Wakil Sekretaris FKUB Jakarta Timur periode 2006-2011 (satu-satunya utusan Agama Kristen Protestan).
[2] Lihat: Weinata Sairin, Himpunan Peraturan di Bidang Keagamaan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994; khusus peraturan pendirian rumah ibadah di DKI Jakarta, lihat: Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Sub Dinas Bina Mental Spiritual, Kumpulan Peraturan Pembangunan Tempat Ibadah dan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta, tahun 2003.
[3] Lihat: Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No : 9 Tahun 2006 dan No : 8 Tahun 2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat. Jakarta, Tahun 2006.
[4] Lihat SKB 2 Menteri No. 1, Tahun 1969 dalam: Weinata Sairin, op.cit., hal. 3-6.

No comments:

Post a Comment