Friday, March 6, 2009

GEREJA DAN PELAYANAN

GEREJA DAN MOTIVASI DALAM PELAYANAN
Pokok-pokok Pikiran tentang Keberadaan, Dinamika dan Motivasi dalam Pelayanannya[1]

Stanley R. Rambitan





Pengertian “Gereja”

Kata “gereja” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Portugis igreja yang diambil dari bahasa Yunani ekklesia, yang berarti “kumpulan orang” (Kis. 19:32, 39-40). Di sini, gereja berarti orang. Arti hurufiah yang lain dari kata gereja adalah tempat orang berkumpul, atau rumah Tuhan (Kyriake Oikia), atau synagoge (Kis. 1:14; 2:46; dan Roma 15:6). Gereja lalu dipahami sebagai “kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan dan masuk ke dalam terang Tuhan Yesus dan yang yang mendapatkan keselamatan. Dengan kata lain, gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Tuhan yang ingin beribadah kepada Allah; yang mengungkapkan imannya dalam ibadah itu melalui doa, pujian-sembahan dan permohonan, nyanyian puji-pujian, pemberian persembahan dan yang ingin mendengar dan merenungkan Firman Tuhan, serta yang ingin mendapatkan berkat Tuhan dari ibadah itu. Gereja yang tampak dalam ibadah ini berdasar pada kata-kata Yesus “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat. 18:20).


Fungsi Gereja

Gereja menjadi tempat umat bertemu dan berkomunikasi dengan Tuhan. Sehubungan dengan ini, gereja juga menjadi jembatan atau alat penghubung antara Allah dengan manusia pada umumnya atau dunia (termasuk di dalamnya, umat agama atau kepercayaan lain, adat istiadat dan kebudayaan pada umumnya). Di samping itu, secara khusus, gereja juga menjadi tempat orang-orang mengungkapkan diri atau imannya, saling menyapa, mendengar dan menjawab, saling memberi dan menerima. Jadi gereja memiliki makna dan fungsi teologis atau ilahiah (yaitu kehadiran Allah dan hubunganNya dengan umat) dan sosiologis-kemanusiaan yaitu sebagai organisasi atau organisme yang berisi orang-orang beriman.

Di dalam Alkitab, status dan fungsi gereja digambarkan dengan simbol-simbol seperti tubuh Kristus, di mana Kristus menjadi Kepala (1 Kor.12:12; Ef.1:22; 4:15; 5:23; Kol.1:18; 2:19), persekutuan dalam satu roh (1 Kor.12:3; Gal.5:16; Ef.2:16, 18), jemaat yang berkumpul (Mat.18:20; 1 Kor.1:2; Kol.4:16; 1 Tes.1:1, dsb), jemaat yang beriman atau yang mengaku (Mrk 8:29; Rm 10:9-10; 1 Kor.1:3; Fil2:9-11), jemaat yang bersaksi (1 Tim 2:4; Mat.10:1; Mrk 6:7; Mat 28:19-20, dsb) dan jemaat yang melayani (Rm 15:8; Fil 2:7; Luk 22:27 dan Yoh 12:26). Secara fungsional, gereja mengandung makna dan tugas pembentukan dan pengembangan spiritual atau kerohanian dan etika-moral, baik bagi warganya maupun

masyarakat atau dunia. Makna dan tugas inilah yang secara umum dan tradisional kita kenal sebagai tri tugas panggilan gereja, yaitu persekutuan (Koinonia), pelayanan (Diakonia) dan kesaksian (Marturia). Fungsi-fungsi atau tugas panggilan gereja di atas, dalam praktek bergereja dijabarkan dalam berbagai kegiatan, yaitu ibadah (termasuk ibadah kelompok kategorial), pemberitaan Firman, baptisan, perjamuan kudus, doa-doa, pengajaran atau katekisasi, pekabaran injil atau evanglisasi, penggembalaan dan diakonia.


Penatalayanan Gereja

Gereja adalah sebuah organisme yang dipercaya sebagai milik dan dikepalai oleh Yesus Kristus (Kolose 1:18). Gereja tentu memerlukan pengaturan yang berbeda dengan lembaga manusiawi atau sosial umum yang menerapkan prinsip-prinsip managerial yang baku. Pengaturan gereja tentu menyesuaikan dengan ciri, sifat dan dasar gereja. Gereja adalah persekutuan yang berciri manusiawi tetapi juga ilahiah. Dasar dan sifat pelayanannya adalah cinta-kasih, kemurahan dan kerelaan hati dan pelayanan kepada Tuhan dan jemaatNya. Yang menjadi ciri utama pengaturan gereja adalah cinta-kasih dan pelayanan itu. Karena itu, dalam hal istilah, kata yang lebih cocok dipakai untuk menyebut pengaturan gereja bukanlah penataan atau pengaturan atau manajemen, tetapi penata-layanan. Dengan istilah penata-layanan ini, pemutlakan pelaksanaan peraturan di dalam gereja menjadi tidak pantas atau tidak sesuai (dengan sifat gereja).

Penata-layanan bukanlah hal baru dalam kehidupan keagamaan Kristen. DalamAlkitab contoh pemakaian penataan dalam mengelola umat. Ini telah diperlihatkan dalam cerita Musa yang dinasihati oleh Yitro untuk menata kepemimpinan umat (Kel 18:13-27). Juga di dalam Perjanjian Baru, pengaturan tentang jabatan-jabatan gereja juga sudah diberlakukan. Jabatan yang pertama yang diperkenalkan oleh Yesus adalah sebagai diakonos, yaitu pelayan. Yesus sendiri adalah pelayan (Flp.2; Luk. 22:27; Mrk 10:43). Sebagai pelayan, Ia merendahkan diriNya; Yesus membasuh kaki murid-muridNya. Inilah yang diberi contoh oleh Yesus kepada murid-muridNya, yaitu menjadi pelayan dan merendahkan diri dalam melayani orang lain. Di jaman Yesus, ada jabatan-jabatan lain rasul, nabi, guru, penilik jemaat (atau penatua atau presbiter) (Rm 12; Ef. 4; 1 Kor.12; 1 Tim.2; 5:17; 2 Tim 2:2; Tit 1:9,dsb).

Dalam perkembangan kemudian, ada jabatan-jabatan yang tidak dipergunakan lagi, seperti nabi dan rasul, dan digantikan oleh jabatan-jabatan baru yang lebih ditonjolkan, seperti uskup, presbiter/penatua dan diaken/syamas. Penatuan dan diaken dibedakan oleh fungsinya masing-masing. Presbiter bertanggung jawab untuk pendidikan-pengajaran atau pemberitaan firman dan pengelolaan gereja, sedangkan diaken bertugas untuk melayani jemaat yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan sosial-psikologis atau material-spiritual. Kedua jabatan ini digabungkan dalam satu lembaga gerejawi yang disebut Majelis Gereja/Jemaat. Jadi di dalam gereja kemudian terdapat dua kelompok yaitu Majelis Gereja dan Warga Gereja. Majelis Gereja bertanggung jawab atas penyelenggaraan kehidupan bergereja. Di samping penata-layanan, yang perlu diatur di dalam bergereja adalah sistem penatalayanan dan ajarannya. Hal ini untuk memberikan pegangan yang jelas dan pasti kepada jemaat tentang apa yang dipahami oleh gereja tentang mekanisme kerja atau pengorganisasian dan pokok-pokok ajaran iman.


Dinamika Gereja

Gereja sebagai oraganisasi atau organisme ilahiah dan manusiawi tentu memiliki dinamika sendiri. Dinamika gereja adalah gerakan-gerakan atau ungkapan-ungkapan prilaku hidup dan iman orang-orang di dalamnya. Dasar, sifat dan tujuannya adalah ajaran-ajaran Tuhan yang diimani, yaitu cinta kasih dan pelayanan demi kemuliaan Tuhan dan kedamaian-ketentraman dan keselamatan umatNya. Dengan dasar pemikiran ini maka banyak orang yang memahami gereja sebagai tempat mendapatkan kedamaian dan keselamatan; bahwa orang-orang di dalam gereja adalah “orang-orang suci” yang “berhati malaikat”.

Namun, gereja sering dijadikan tempat mengungkapkan diri dengan memperlihatkan prilaku seturut dengan kehendak pribadi atau kelompok yang memiliki pemahaman, idealisme dan keinginan sendiri. Tidak jarang, keinginan itu tidak sesuai dengan ciri dan sifat cinta-kasih dan pelayanan itu. Hal ini dapat membawa malapetaka, yaitu kerusuhan dan perpecahan di dalam gereja. Jadi memang, gereja tidak hanya menjadi tempat berdiamnya dan diperolehnya kedqamaian dan ketentraman, tapi juga tempat di mana orang menemukan ketidak-damaian dan ketidak-tentraman.

Dinamika gereja ditentukan oleh tempat atau lokasi (dengan pengaruh unsur-unsur budaya, sosial, politik dan relasi-relasi dengan umat lain) dan kondisi internal warga jemaat (dengan latar-belakang sosial-ekonomi dan pendidikan tertentu). Kita mengenal jemaat dengan latar belakang suku tertentu dan yang nasional-umum; jemaat kota (kota metropolitan, kota besar, kota sedang, kota kecil) dan jemaat desa (desa yang mudah dijangkau dan yang terpencil); jemaat dengan ekonomi lemah dan kuat; jemaat yang mayoritas kaum intelektual dengan pendidikan tinggi dan yang rata-rata berpendidikan rendah; jemaat dengan ciri khas golongan/pekerjaan tertentu dan yang umum. Dalam lingkup yang lebih kecil, dalam satu jemaat, kita juga menemukan beragamnya latar-belakang keberadaan, pemikiran dan keinginan dan ekspresi-ekspresi diri masing-masing warga jemaat. Para penata-layan gereja tentu perlu memperhatikan hal ini. Demi efektifitas pelayanan, bentuk-bentuk pelayanan yang dilakukan di masing-masing jemaat dan juga individu-individu warga ini tentu akan berbeda satu dengan yang lain.


Motivasi dalam Pelayanan Gereja

Motivasi adalah niat, alasan, dasar atau hal yang mendorong atau menggerakkan seseorang melakukan sesuatu. Intensitas, kesungguhan, keseriusan dan keuletan seseorang di dalam melakukan sesuatu tergantung pada motivasi itu. Motivasi menentukan daya dan kinerja seseorang dan hasilnya. Motivasi ditentukan oleh dua unsur utama, yaitu: pertama, kekuatannya, dan kedua, kebenarannya. Dua unsur ini saling berkaitan atau bergantung. Motivasi yang kuat dan benar akan menghasilkan kinerja dan hasil kerja yang maksimal. Sebaliknya motivasi yang lemah dan tidak benar akan menghasilkan kinerja dan hasil yang minimal atau buruk. Di bawah ini akan dipaparkan berbagai motivasi yang ditemukan pada diri pelayan-pelayan gereja.

Motivasi sosial-kultural

Orang yang memiliki motivasi ini menjadi pelayan dan menjadikan tempat pelayanan sebagai wahana untuk mendapatkan jati diri atau identitas, untuk bergaul mendapatkan teman atau pacar, dan pengakuan diri di dalam komunitas gereja. Orang ini melihat gereja dan pelayanannya sebagai sarana dan kesempatan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan sosial-kulturalnya. Jika yang dibutuhkan terpenuhi maka ia akan tinggal dan bahkan akan berusaha untuk mempertahankan peran dan juga bisa lebih aktif. Namun jika tidak maka, ia akan menjadi tidak bersemangat, tidak efektif dan bisa mengundurkan diri.


Motivasi psikologis

Motivasi ini dimiliki oleh orang yang melihat gereja sebagai tempat dan sarana pengungkapkan diri, kemampuan atau talenta yang dirasa dimilikinya. Dengan mendapatkan sarana dan kesempatan pengungkapan diri itu, orang yang bersangkutan mendapatkan kepuasan batin. Jadi motivasi ini adalah demi kepuasan batin. Karena itu, banyak juga orang yang terlibat di dalam pelayanan adalah orang-orang yang mengalami kegagalan dan ketidak puasan di tempat lain; atau orang-orang yang mengalami persoalan di keluarga, sekolah, tempat kerja, dsb. Jadi di sini, gereja dan pelayanannya dijadikan sebagai tempat pelarian.

Motivasi politis

Motivasi ini ada pada orang yang melihat gereja sebagai lembaga yang dapat memberikan dukungan bagi kepentingan pribadi-politisnya. Dengan motivasi ini, orang yang bersangkutan mengaktifkan diri di dalam pelayanan gereja karena dia ingin mendapatkan dukungan dari warga gereja untuk kepentingan posisinya baik di masyarakat, tempat kerja, di keluarga atau di dalam pergaulan pribadinya.

Motivasi bisnis-ekonomis

Orang dengan motivasi ini melihat gereja sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang dapat dijadikan partner bisnis. Keterlibatannya di dalam pelayanan adalah dalam rangka mencari orang yang dapat diajak berbisnis bersama atau yang dapat menjadi pendukung bisnisnya. Dengan demikian, tempat dan pelayanannya di gereja dianggap menguntungkan secara ekonomis segingga dia mau terlibat di dalamnya.

Motivasi teologis-iman

Orang yang memiliki motivasi teologis atau iman adalah orang yang melihat gereja dan pelayanannya sebagai tempat untuk melayani Tuhan dan jemaatNya. Motivasi pelayanannya didasari pada pemahaman bahwa ia telah diselamatkan oleh Tuhan, dan ia telah menjadi murid atau pengikut Tuhan yang setia. Karena itu sebagai tanda ungkapan syukur dan sebagai murid Tuhan, ia melibatkan diri secara aktif dalam pelayanan. Di samping merupakan ungkapan syukur dan pengabdian, motivasi ini juga adalah tanda pelaksanaan tanggung tugas dan jawab yang diberikan Tuhan kerpadanya sebagai anak dan hamba Tuhan yang memuliakan Tuhan. Dalam lingkup motivasi teologis-iman ini kita juga dapat memasukkan nazar atau janji yang pernah diungkapkan kepada Tuhan. Nazar atau janji juga menjadi motivasi orang untuk aktif dalam pelayanan gereja, dan ini adalah motivasi teologis-iman karena hal itu disampaikan kepada Tuhan dan dilakukan berdasarkan pemahaman-iman kepada Tuhan.

Motivasi yang benar dan ideal adalah motivasi teologis-iman. Namun tidak bisa disangkali bahwa motivasi-motivasi yang lain itu ada di dalam pelayanan gereja. Itu tidak dapat dibuang atau dikatakan dilarang karena jika demikian maka orang-orang yang memiliki motivasi bukan teologis-iman itu tidak akan datang ke gereja. Karena itu, adalah lebih baik jika menerima motivasi-motivasi lain itu dan kemudian ditundukkan di bawah kekuasaan motivasi teologis-iman, sehingga sekalipun motivasi-motivasi lain itu ada tetapi ia tidak menguasai pemikiran dan pelayanan orang yang bersangkutan. Orang yang melayani itu mengutamakan pelayanan bagi Tuhan dan jemaatnya.

Profil Ideal Para Pelayan

Secara umum warga menghendaki para pelayan sebagai figur-figur dengan perilaku dan penampilan yang ideal dari segi kemampuan dalam pelayanan praktis seperti pengetahuan Alkitab dan ajaran gereja, kesalehannya, komitmen dan dedikasinya. Secara rinci profil yang diharapkan kalangan umum jemaat adalah orang yang berpengetahuan dan keterampilan (tentang Alkitab, tentang ajaran dan praktek/ibadah gereja dan pengetahuan umum), berhikmat, rendah hati, tidak sombong, pengasih-penyayang, berani, setia, sabar, takut pada Tuhan dan dengar-dengaran pada FirmanNya, tidak pemarah, tegas, rajin, rela berkorban, penggembira dan selalu bersuka cita dalam melakukan pelayanan. Tentu keberadaan, ciri dan sifat pelayan yang diharapkan itu tidak dapat dipenuhi oleh seseorang. Tetapi tentu orang yang terlibat dalam pelayanan itu diberi Tuhan kemampuan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Inilah pengharapan iman seorang Kristen apalagi seorang yang melayani Tuhan.

Sebagai pahala untuk pelayan Tuhan dan jemaatNya, kita meyakini bahwa kepenuhan kemanusiaan yang dari Tuhan, suatu kebahagiaan sejati Dia telah berikan. Firman Tuhan katakan “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Kor.15:58).

Demikianlah pokok-pokok pikiran untuk dapat menjadi pemikiran atau pertimbangan dan bahan percakapan dalam kehidupan bergereja. Sekian.






/srr/Agusts2008



[1] Makalah ini disampaikan pada acara Pembinaan Calon Majelis GKO Perum. Klender, Selasa, 05 Agustus 2008.

1 comment: