LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM ISLAM[1]
Oleh : Pdt. Stanley R. Rambitan
Pendahuluan
Perbedaan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, dalam kehidupan sosial dan keagamaan umumnya merupakan pokok persoalan yang cukup mengundang perhatian. Di dalam lingkungan umat Islam, masalah ini telah menjadi perbincangan yang cukup lama tampaknya akan tetap dipercakapkan terus-menerus. Hal ini karena adanya pemahaman yang berbeda dan bahkan bertentangan antara kelompok yang menonjolkan perbedaan status dan perlakuan terhadap kedua jenis kelamin yang berbeda ini dan yang menolaknya. Yang mendukung pembedaan itu berdasarkan pada pemahaman mereka terhadap ajaran Qur’an dan ajaran tradisional yang dipengaruhi oleh budaya Timur Tengah, sedangkan yang menolak pembedaan atau yang mendukung perlakuan yang sama mendasarkan pemahamannya pada pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan seperti hak asasi manusia.
Sebenarnya di dalam Islam, ada beragam pemahaman dan tentu penafsiran terhadap pandangan tentang manusia dengan jenis kelamin (gender) yang berbeda ini. Agar diperoleh pemahaman yang objektif terhadap persoalan gender ini maka dalam makalah ini akan disampaikan pandangan Al-Qur’an dan pemahaman serta perlakuan di dalam lingkungan umat Islam terhadap manusia yang berjenis kelamin berbeda ini.
Laki-Laki dan Perempuan dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keberadaan atau status manusia yang berbeda jenis kelamis itu, yaitu laki-laki dan perempuan adalah suatu kodrat manusiawi dan juga ilahi. Ini karena Manusia diciptakan Allah memang terdiri dari dua jenis yang berbeda itu. Pembedaan itu dimaksudkan agar masing-masing dapat hidup bersama dlam sebuah relasi; bahwa mereka diciptakan dengan maksud supaya mereka berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan. (QS al-Najm (53):45, “Dan bahwasanya, Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan”. (QS al-Qiyamah (75): 39, “Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan”. QS al-Naba (78): 8, “Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan.” (QS al-Layl (92): 3, “Dan Penciptaan laki-laki dan perempuan.” Di sini juga jelas bahwa, manusia yang diciptakan oleh Tuhan hanya terdiri dari dua jenis, dan karena itu tidak ada jenis yang lain (seperti Waria).
Manusia yang berbeda jenis kelamin itu berasal dari satu sumber, yaitu Allah yang kemudian menciptakan manusia pertama (Adam), dan dari Adam Tuhan membuat manusia pasangannya perempuan (Hawa). QS al-A’raf (7): 189, “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya…(dst); band. QS al-Zumar (39): 6; band. QS al-Rum (30):21, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” Di sini jelas bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari satu sumber, satu bahan, karena itu mereka adalah satu (atau berpasang-pasangan). Kesatuan antara keduanya menjadi kodrat atau menjadi sifat/karakter masing-masing. Laki-laki dan perempuan harus atau perlu bersatu untuk mengungkapkan kodrat dan karakternya itu dan untuk dapat memaknai dan menikmati kehidupan kemanusiaannya. (Karena itu orang perlu menikah). Yang menjadi pengikat atau yang mempersatukan mereka adalah adanya rasa cinta, kasih dan sayang. Dengan itu semua, maka terwujudlah maksud dari penyatuan atau hidup berpasang-pasangan bagi laki-laki dan perempuan, yaitu agar mereka merasakan kesenangan dan ketentraman atau kebahagiaan.
Dari penjelasan di atas, dapatlah dikatakan bahwa manusia,laki-laki dan perempuan, saling membutuhkan untuk dapat mengalami dan merasakan hidup yang penuh makna dan dinikmati.
Tuhan menempatkan manusia, laki-laki dan perempuan, Adam dan Hawa di taman Firdaus dengan sebuah tanggung jawab yang sama, yaitu melakukan perintah Tuhan dan menjauhi larangannya. QS al-A’raf (7):19, “(Dan Allah berfirman) “Hai Adam bertempat tinggalah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan jangan kamu berdua mendekati pohon ini,lalu menjadikan kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim”; band. QS Al-Baqarah (2): 35. Di sini, Tuhan tidak membedakan tugas dan tanggungjawab mereka; pokoknya mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan. Maksud utamanya adalah agar mereka dapat tetap hidup di Firdaus yang Tuhan berikan untuk mereka. Untuk tujuan ini mereka harus melawan kekuatan atau kekuasaan yang jahat,atau iblis. QS Tha Ha (20):117, mengatakan: “Maka Kami berkata, “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka”.
Dalam menghadapi iblis ini, kesatuan manusia berdua itu diperlukan. Dan dalam pelaksanaan perintah Tuhan atau tugasnya itu, laki-laki dan perempuan diberi status dan peran yang sama yaitu harus berbuat baik. QS al-Nisa (4) 1, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak…dst. QS Luqman (31):14, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya,…dst; band. QS al-Ahqaf (46): 15. Perbuatan baik menjadi tanggungjawab bersama, tidak hanya oleh satu pihak. Dan di sini diperlukan kesatuan dan kerja sama.
Sampai pada hal sini, perbedaan jenis kelamin tidak terlihat. Laki-laki dan perempuan memiliki status, peran, tugas dan tanggung jawab yang sama. Dan perlakuan terhadap masing-masing juga adalah sama. Namun demikian pada bagian lain, ada pemberian kesan di dalam Qur’an tentang pandangan orang (Fir’aun) bahwa perempuan adalah mahluk yang lemah, yang patut dilindungi tapi juga dapat diperlakukan semena-mena. QS al-A’raf (7):127, “Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun),”Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” Fir’aun menjawab, “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka”. Juga, dalam hal lain, ada kesan bahwa perempuan tidak diterima secara layak dalam kehidupan masyarakat dan bahkan diperlakukan secara buruk. Ini perlihatkan dalam Qur’an: QS al-A’raf (7):83, “Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya, dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)” (Band. QS al-Naml (27):57). QS al-Tahrim (66): 10, “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir…dst”. Di bagian lain juga digambarkan tentang perempuan yang melakukan peran yang negatif, yaitu sebagai penggoda. QS Yusuf (12):51, “Raja berkata (kepada perempuan-perempuan itu), “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka berkata, “Mahasempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya.” Berkata istri al Aziz, “Sekarang jelaskan kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku) dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.” Di sini,perempuan dianggap sebagai pihak yang menjadi alat kejahatan. Namun karena orang yang digoda itu memiliki daya tahan iman yang kuat maka godaanya itu tidak mempan. Yusuf terbukti adalah orang yang benar. Pandangan negatif yang serupa juga terlihat dalam catatan Qur’an yang memperlihatkan bahwa perempuan difungsikan sebagai pemenuh kebutuhan lahiriah atau pemuas nafsu kaum lelaki. QS al-Hijr (15): 71, “Luth berkata, “Inilah putri-putri (negeri)ku, (kawinilah dengan mereka) jika kamu hendak berbuat (secara yang halal).” (Di sini ada tersirat tentang fungsi lembaga perkawinan, yaitu untuk mencegah manusia atau laki-laki memenuhi kebutuhan lahiria-seksualnya dengan tidak menyalahi hukum Tuhan. Jadi,dari pada berbuat dosa,lebih baik kawin).
Di balik penilaian negatif terhadap perempuan di atas, terhadap anak laki-laki diberi penilaian yang positif; bahwa laki-laki lebih bernilai daripada perempuan. QS al-Najm (53):21, “Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan?”, dan ayat 27, “sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama-nama perempuan”. QS al-Shaffat (37): 149-150, “Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Makkah), “Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak-anak laki-laki, atau apakah Kami menciptakan malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan(nya)?”, dan ayat 153, “Apakah Tuhan memilih mengutamakan anak-anak perempuan daripada anak laki-laki?” Ayat-ayat itu sebenarnya merupakan sindiran terhadap orang-orang yang berbuat dosa, yang sikapnya seolah-olah memberikan sesuatu yang lebih berharga kepada diri sendiri dibandingkan dengan kepada Allah. Dan yang diberi gambaran sesuatu yang lebih berharga laki-laki dan yang kurang bernilai adalah perempuan.
Sebenarnya menurut ajaran Qur’an, laki-laki dan perempuan mestinya diperlakukan secara sama. Mereka juga saling menghargai dan menerima keberadaan masing-masing. QS al-Nisa (4):4, “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada (perempuan yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” Hal ini memperlihatkan bahwa Qur’an menjunjung tinggi kesetaraan gender atau perbedaan jenis kelamin. Dan bahkan terhadap kelebihan masing-masing pihak,Qur’an juga menekankan untuk orang dapat menreima itu dengan lapang dada; bahwa laki-laki memiliki keistimewaannya, dan demikian juga perempuan. Dan ini hendaknya diakui karena ini adalah pemberian Tuhan dan yang diusahakan oleh masing-masing pihak. Jadidi sini ada penghargaan terhadap usaha manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat menghindarkan orang pada sikap yang tidak benar,yaitu iri hati dan dengki. QS al-Nisa (4):32, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) sebagai rang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan,dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Manusia, laki-laki dan perempuan memiliki status, peran dan kemampuan yang sama dalam mengusahakan kelebihannya masing masing. Ini tidak terbatas juga pada kesempatan dan kemampuan untuk menjadi pemimpin. Baik laki-laki diberi hak dan kemapuan yang sama dan perempuan diberi hak dan kesempatan juga untuk menjadi pemimpin. QS al-Naml (27):23, “sesungguhnya aku mempuanyai seorang perempaun yang memerintah mereka dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar”. Jadi jika ada orang yang dengan sengaja menghambat perempuan untuk menjadi pemimpin dengan menggunakan dalil-dalil agama atau ajaran adat-budaya maka ia menyalahi kodrat ilahi bagi manusia-perempuan itu dan menyalahi kehendak atau sunnah Allah.
Satu hal yang penting untuk diperhatikan juga adalah bahwa Alla mendengar kebutuhan dan tuntutan perempuan, sebagaimana setiap orang yang beriman kepada-Nya. Perempuan tidak diabaikan atau diperlakukan secara berbeda oleh Tuhan. QS al-Mujadilah (58): 1, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Jadi jika ada orang yang mengabaikan perempuan,memperlakukan merekasecara tidak wajar dan tidak manusiawi, maka sikap ini juga menyalahi dan melawan perintah dan sikap Allah.
Laki-Laki dan Perempuan dalam Tradisi Islam
Di dalam kehidupan umat Islam, sejak Nabi Muhammad sampai saat ini, pandangan dan sikap manusia terhadap masalah jenis kelamin ini sangat beragam dan relatif, disesuai dengan keadaan,pergumulan dan pemahaman umat. Pandangan dan sikap yang menganggap superior pihak pria dan menganggap rendah wanita berasal atau dipengaruhi oleh bidaya atau adat masyarakat padang gurun.
Kehidupan yang keras membuat kebutuhan terhadap kaum pria yang memiliki kemampuan fisik yang dapat diandalkan menjadi penting. Sedangkan perempuan yang tidak memiliki fisik yang kuat tidak dianggap penting sehingga mereka mejadi kelompok manusia yang dipinggirkan. Inilah latar belakang pandangan yang diskriminatif, khususnya yang merendahkan perempuan di dalam kalangan Islam. Di samping itu, pandangan negatif secara moral erhadap wanita membuat mereka diperlakukan secara khusus. Misalnya, mereka harus memakai pakaian khusus, untuk menutup bagian-bagian tubuh yang dapat menggoda pria. Jadi di sini perempuan dipahami sebagai pihak yang dapat menjatuhkan kaum pria ke dalam dosa. Sebagai perimbangan lain: sikap Muhammad yang mengambil banyak wanita sebagai istri (poligami), dilihat sebagai suatu sikap positif. Alasanya adalah bahwa Muhammad mengawini wanita-wanita itu karena beban dan tanggung jawab moral dan keagamaannya. Wanita-wanita itu tidak dapat terpelihara dengan baik karena mereka sudah janda atau tidak ada pria lain yang mengawini mereka. Karena itu, agar hidup mereka terjaminbaik secara lahiriah dan batiniah, maka mereka perlu dikawini. Muhammad lalu melakukan hal itu.
Namun demikian, padangan dan perlakuan negatif terhadap wanita di atas mendapat tantangan dari berbagai kalangan. Kalangan yang menentang itu berpendapat perlakuan negatif/rendah terhadap perempuan dan junjungan kepada kaum pria merupakan kebutuhan kontekstual atau situasional, yang tentu akan berbeda di jaman dan masyarakat yang lain. Karena itu, tidaklah sesuai lagi alasan-alasan untuk adanya pandangan dan memperlakukan rendah terhadap wanita. Kelompok ini umumnya datang dari kalangan intelektual yang berusaha memahami dan menerapkan ajaran agama secara benar dan efektif di dalam masyarakat atau pada manusia, dan yang memperjuangkan hak-hak asasi manusia, juga perempuan.
Penutup
Pandangan terhadap manusia yang berbeda jenis kelamin di dalam Islam ternyata beragam. Namun secara jelas dapat dipahami bahwa Qur’an tidak menonjolkan perbedaan jenis kelamin itu. Bahkan QurĂ¡n memperlihatkan dukungan yang kuat terhadap kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki status dan peran yang sama di hadapan Allah. Mereka diciptakan setara, dan untuk berpasang-pasangan, bersatu dan bekerja sama untuk menciptakan dan mengalami hidup yang menyenangkan, tentram dan damai. Walaupun demikian, dalamprakltek, memang ada pandangan dan praktek yang memperlihatkan penghargaan yang kurang terhadap perempuan. Ini memang dipengaruhi oleh keadaan, pergumulan, kebutuhan dan pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama. Diperlukan sebuah usahakerja dan pembelajaran agar orang dapat memiliki apresiasi dan penerimaan yang tulus terhadap sesama manusia yang berlainan jenis kelamin yang memiliki hak-hak asasi untuk bebas menjadi manusia dan bebas mengungkapkan kemanusiaanya.
[1] Makalah ini disampaikan pada acara seminar tentang Gender, oleh PGI wilayah Banten, di GKJ Tangerang,pada hari Sabtu, 11 November 2006
Friday, March 6, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment