Thursday, July 21, 2011

Trinitas

TRINITAS

Memahami Ajaran Kristen tentang Allah[1]

Oleh

Stanley R. Rambitan

Dosen Ilmu Agama-agama dan Filsafat Timur

Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

Pendahuluan

Trinitas atau Tritunggal adalah istilah untuk ajaran Kristen tentang Allah yang satu tetapi tiga, dan yang tiga tetapi satu. Allah yang esa itu menampilkan diriNya dalam tiga nama atau sebutan dengan fungsinya masing-masing. Sebutan-sebutan itu adalah pertama, Allah dengan sebutan Bapa atau Allah Bapa, sebagai Pencipta dan sumber segala kehidupan; kedua, Allah dengan sebutan Anak atau Allah Anak (yaitu Yesus Kristus), sebagai penebus dosa dan penylamat manusia; dan ketiga Allah dengan sebutan Roh Kudus atau Allah Roh, sebagai penolong dan penghibur. Umat Kristen memahami dan percaya bahwa Allah dengan tiga sebutan atau nama itu adalah satu yang menyatakan diriNya secara langsung dalam tiga bentuk atau sarana dan fungsinya itu.

Trinitas adalah sebuah ajaran yang tidak mudah dijelaskan oleh orang Kristen. Sejak muncul dan bergulirnya pembicaraan tentang Trinitas ini sekitar pertengahan abad ke dua Masehi sampai sekarang di abad dua puluh satu, topik ini telah menjadi bahan pembicaraan yang penting, menarik dan juga kontroversial di kalangan Kristen.[2] Hal ini karena tidak ada rumusan atau penjelasan tentang Trinitas yang dapat diterima sebagai yang jelas dan tegas. Ada rumusan-rumusan sebagai hasil pemikiran para sarjana Kristen secara individual dan hasil keputusan sidang-sidang organisasi gereja secara kelembagaan dan resmi di dalam sejarah Kristen. (Lihat pada pembahasan di bawah tentang sejarah Trinitas). Namun karena rumusan-rumusan individual dan formal-institusional (melalui sidang atau konsili) merupakan hasil interpretasi para teolog di dalam konteks mereka sendiri (abad 2 sampai 5 di masyarakat dengan budaya Yunani-Romawi), maka tidak dapat secara langsung dipahami dan apalagi dapat dijelaskan oleh umat Kristen di dalam konteks yang berbeda, atau masa kini. Para teolog dan kaum awam di dalam konteks lain harus mengandalkan pemahaman mereka pada penafsiran yang disesuaikan dengan pola pikir, bahasa dan simbol-simbol, atau paradigma, konteksnya. Apalagi, ketika ada tantangan-tantangan terhadap pemahaman trinitas ortodoks dan tradisional itu dari kalangan agama lain. Misalnya di Indonesia, dalam perjumpaan agama Kristen dan agama-agama lain, terutama agama Islam, soal Trinitas menjadi isu yang sangat kontroversial, yang dengan serius dipercakapkan atau bahkan diperdebatkan. Hal ini karena di dalam Islam atau khususnya Al-Qur’an, soal Trinitas menjadi salah satu sorotan utama, dan menyangkut status atau gelar Yesus sebagai Allah-Anak, dan Tuhan, dengan tegas ditolak (Al-Qur’an s. 4:171-172; 5:17, 72-75; 9:30-31; 112:3.).[3] Berbagai upaya, baik dari kalangan teolog independen maupun gereja sebagai organisasi, telah dilakukan untuk menjelaskan tentang ajaran Trinitas di dalam konteks masyarakat kontemporer, khususnya Indonesia.[4] Di kalangan kebanyakan umat Kristen, rumusan-rumusan tentang Trinitas, khususnya yang dihasilkan dari konsili-konsili resmi gereja, diterima dan diakui saja sebagai ajaran resmi dan ortodoks, dan dipergunakan sebagai pengakuan iman atau syahadat di dalam ibadah-ibadah mereka.[5] Namun untuk memahami, apalagi menjelaskannya, itu tidaklah mudah. Karena itu, kebanyakan umat Kristen akan mengatakan bahwa memang Trinitas tidak dapat dijelaskan dan diusahakan untuk dipahami dengan akal, tetapi itu akan lebih mudah untuk dipercayai, diresapi, dihayati dan dirayakan saja.

Sebagai usaha menjelaskan konsep Trinitas itu, apakah dengan tujuan bagi adanya pemahaman yang jelas dan dapat dipegang tentangnya, atau pun bagi dialog khususnya antara Islam dan Kristen, maka di bawah ini akan disajikan uraian singkat tentang konsep Trinitas itu. Penjelasan akan menyangkut : ajaran Trinitas dalam Alkitab, latar belakang atau sejarah pembicaraan tentang Trinitas dan selanjutnya tentang arti dari masing-masing unsur di dalamnya, yaitu Allah Bapa, Allah Anak atau Putra dan Allah Roh Kudus, serta inter-koneksi atau hubungan antar mereka.

Trinitas dalam Sejarah Awal Pembentukkannya (Abad 2 – 5 M)

Kata Trinitas tidak terdapat di dalam kitab suci umat Kristen, yaitu Alkitab. Ia baru muncul di dalam sejarah pemikiran teologi Kristen sekitar satu setengah abad setelah kematian Yesus.[6] Walaupun demikian, isi ajaran atau unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, yaitu Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus, disebutkan di dalam Alkitab. Misalnya, tentang keesaan Allah, Kitab Ulangan 6:4 dan Injil Markus 12:29 mengatakan demikian: Dengarlah hai orang Israel, TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.” Tentang Yesus sebagai Kata-Kata atau Firman Allah, sehingga ia diakui memiliki unsur keilahian atau adalah Allah sendiri adalah Yohanes 1:1 yang mengatakan “Pada mulanya adalah Firnan; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Juga, dalam Injil Yohanes (20:28) Thomas, seorang murid Yesus mengakui dan mengatakan kepada Yesus: “Ya Tuhanku dan Allahku.” Pengakuan terhadap Yesus sebagai Tuhan juga dinyatakan dalam kitab 1 Korintus 12:3, yaitu “...tidak ada seorangpun yang dapat mengaku bahwa ‘Yesus adalah Tuhan’ selain oleh Roh Kudus.” Sedangkan mengenai pengakuan dan pernyataan bahwa Allah, Yesus dan Roh Kudus adalah esa dan kemudian menjadi salah satu dasar ajaran trinitas (Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus adalah, adalah “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan dan Anak dan Roh Kudus (Matius 28:19).

Pernyataan-pernyataan tentang Allah, Yesus dan Roh Kudus di dalam ayat-ayat Alkitab di atas menyebabkan berbagai pertanyaan muncul. Hal ini karena pernyatan-pernyataan Alkitab itu tidak memberikan penjelasan yang rinci dan tegas mengenai status dan hubungan antara Yesus dengan Allah, dan dengan Roh Kudus. Secara khusus, misalnya tentang: siapa sebenarnya Yesus itu? Apa artinya Yesus disebut Firman (logos) Allah; atau firman mejadi manusia? Siapa itu Yesus yang disebut Tuhan, dan Allah juga? Apa atau siapa iu Roh Kudus? Siapa sebenranya oknum-oknum atau pribadi-pribadi itu, dan bagaimana hubungan antara mereka? Persoalan yang mendapat perhatian yang penting adalah tentang Yesus (Kristologi). Kemudian Kristologi ini dikaitkan dengan hubungan antara Yesus dengan Allah dan Roh Kudus. Hal ini kemudian menjadikan masalah Trinitas sebagai pembicaraan utama.[7] Persoalan ini kemudian hendak diatasi pemimpin-pemimpin Kristen dengan membuat rumusan-rumusan Pengakuan Iman atau Credo (atau Syahadat) yang diedarkan kepada kelompok-kelompok umat Kristen mulai sekitar pertengahan abad kedua (sekitar tahun 150 M). Maksudnya adalah untuk membuat umat Kristen tidak bimbang terhadap kepercayaan mereka. Sekitar akhir abad kedua, rumusan-rumusan pengakuan iman itu telah beredar dan diterima bersama dan dipergunakan di dalam ibadah-ibadah. Rumusan yang terutama diakui dan diterima adalah Pengakuan Iman Rasuli (Symbolum Apostolorum) atau juga disebut Symbolum Romanum, yang isinya adalah:

Aku percaya di dalam Allah Bapa, yang Mahakuasa;

Dan di dalam Yesus Kristus, satu-satunya AnakNya,

Diperanakkan, Tuhan kita, Yang lahir oleh Roh Kudus, dan perawan Maria,

Yang disalibkan di bawah pontius Pilatus, dan dikuburkan pada hari yang ketiga,

bangkit dari yang mati, naik ke surga, duduk di sebelah kanan Bapa;

dari mana ia akan datang untuk menghakimi yang hidup dan yang mati;

Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, pengampunan dosa-dosa, kebangkitan daging.[8]

Persoalan tentang Kristologi yang juga memunculkan pembicaraan tentang Trinitas tidak selesai dengan adanya Pengakuan Iman di atas. Di dalam sejarah Agama Kristen, khususnya sejak pertengahan abad ke dua (tahun 150--an), ajaran Trinitas atau Tritunggal, bersamaan dengan soal Kristologi, telah dan dan tetap menjadi isu penting dan kontroversial dalam wacana teologis-dogmatis Kristen, khususnya yang dilakukan oleh beberapa teolog pada saat itu. Ajaran-ajaran berbeda atau bertentangan bermunculan, yang merupakan hasil penafsiran para teolog itu terhadap pernyataan-pernyataan tentang Allah, Yesus dan roh Kudus di dalam Alkitab. Hal-hal di dalam Alkitab itu yang berisi pernyataan yang dipersoalkan misalnya, sebagaimana telah disebut di atas, adalah: pertama, bahwa Allah adalah esa (Ulangan 6:4; Mark 12:29); kedua, bahwa Yesus tidak disamakan dengan Allah (Luk 23:46; I Kor 15:28); dan ketiga bahwa Yesus adalah Tuhan (Yoh 1:1; 20:28; I Kor 12:3). Juga wacana teologi Kristen saat itu disisipi oleh maksud-maksud polemis dan apologetis yaitu untuk menjawab tantangan masyarakat (budaya-agama Romawi-Yunani) yang menuduh orang-orang Kristen menyembah Allah yang salah.[9]

Tokoh-tokoh penting gereja yang mempersoalkan tentang Yesus, menyangkut soal Trinitas, pada masa-masa awal kontroversinya (abad 2 sampai 5 Masehi) adalah: Yustinus Martyr, Ireneus, Tertullianus, Origenes, Arius, Athanasius, dan Augustinus. Sedangkan, soal Kristologi terutama dibahas atau diperdebatkan oleh dua tokoh, yaitu Nestorius dan Cyrillus. [10]

  1. Yustinus Martyr (110-165 M) mengutamakan keesaan Allah. Allah memiliki logos atau Firman yang kemudian menjadi manusia di dalam Yesus Kristus. Menurut Yustinus, Firman adalah sama ilahinya dengan Allah. Karena itu, Ia adalah Allah. Tetapi ketika menjadi manusia, Ia menjadi berbeda dengan Allah karena Ia telah menjadi Anak. Di sini, nama/status dan fungsinya menjadi berbeda dengan Allah (Sang Bapa), bahkan lebih rendah dari Allah Bapa. Sedangkan Roh Kudus, ia adalah Roh dari Allah, yang sama juga dengan Logos. Dalam hal ini, Roh kudus juga adalah Allah, tetapi kemudian ia menjadi berbeda dalam sebutan dan peran. Bahkan ia menjadi pribadi yang lebih rendah dari Yesus.
  2. Ireneus (120-202 M) juga mengutamakan keesaan Allah. Baginya memang Logos atau Firman yang adalah Yesus, serta Roh atau Hikmat, sudah ada bersama Allah Bapa. Ireneus mengajarkan bahwa Yesus dan Roh Kudus sama dengan Allah.
  3. Tertullianus (145-220 M), yang diakui sebagai pengguna istilah ‘Trinitas’ untuk pertama kali, memiliki ajaran yang serupa dengan Ireneus, bahwa Allah itu esa. Bahwa Bapa dan Anak dan Roh Kudus berasal dari substansi atau zat yang tampak dalam tiga pribadi. Tiga pribadi atau penampakkan Allah itu berbeda karena itu mereka bertiga dibedakan. Dari penampakannya yang berbeda, Tertullianus berpendapat bahwa Allah Anak dan Allah Roh Kudus lebih rendah dari Allah Bapa.
  4. Origenes (185-254 M) juga serupa dengan Ireneus dan Tertullianus. Ia juga menekankan keesaan Tuhan. Namun ia lebih menonjolkan perbedaan antara ketiga pribadi Allah. Ketiga pribadi itu berbeda dalam hal esensi individual (atau istilahnya Hypostasis), bahwa masing-masing memiliki hypostasisnya. Dan karena hypostasisnya itulah maka mereka berbeda. bahkan perbedaannya berlaku superlatif, bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari Allah Anak dan Allah Anak lebih tinggi dari Allah Roh Kudus. Walaupun demikian, substansi atau zat mereka tetap satu. Origenes menyatakan bahwa Yesus adalah pribadi yang terpisah atau harus dibedakan dari Allah. Ia dalam bentuk Logos atau Firman atau Kalam, keluar dari Allah, tapi ia bukan Allah itu sendiri. Makin jauh dari Allah, makin berkurang keallahannya. Jadi Origenes mengurangi keilahian Yesus dan Roh Kudus.
  5. Arius (wafat 336 M) menonjolkan keistimewaan dan keilahian-kekekalan Allah. Arius mengajarkan bahwa satu-satunya Allah hanyalah Allah Bapa. Ialah satu-satunya yang Mutlak dan kekal. Firman yang bersama-sama dengan Allah itu yang menjadi manusia dalam Yesus adalah ciptaan. Demikian juga Roh Kudus. Jadi di sini Arius mengajarkan bahwa Yesus dan Roh Kudus berbeda dengan Allah. Ia adalah ciptaan tapi dengan derajat yang lebih tinggi dari manusia, tetapi lebih rendah dari Allah. Keilahian Yesus hanyalah pemberian dari Allah. Yesus tidak memiliki kesatuan substansi dengan Allah. Jadi Arius meniadakan keallahan Yesus. Namun demikian, ia mengikuti juga pandangan Origenes soal hypostasis dari tiga pribadi, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. Di sini tampak bahwa Arius juga menerima Trinitas. Namun, walaupun Yesus disebut sebagai Allah tapi Ia bukan Allah yang sejati. (Pandangan Arius ini ditolak oleh Konsili Nicea. Lihat Rumusan Konsili Nicea pada lampiran 1.)
  6. Athanasius (295-373 M), sebagai uskup Alexandria, menjadi pembela utama rumusan Konsili Nicea dan yang anti terhadap ajaran Arius. Athanasius mempertahankan keesaan dan ketritunggalan Allah. Baginya Firman dan Roh adalah Allah juga dan bukanlah ciptaan. Mereka adalah sehakekat, atau se-Zat. Ia juga menolak bahwa Anak itu lebih rendah dari Bapa. Roh Kudus berasal dari Allah. Ia bukanlah ciptaan. Ia ada di mana-mana dan melakukan tugas pensucian dan pemuliaan manusia. Ada perbedaan antara ketiga unsur Trinitas, yaitu bahwa Bapa sebagai Bapa, Anak sebagai Anak dan Roh Kudus sebagai Roh Kudus. Walaupun demikian, mereka tetap satu. (Ajaran Athanasius ini yang mempengaruhi hasil rumusan Konsili Konstantinopel tahun 381; Lihat rumusan itu pada lampiran 1 di bawah).
  7. Augustinus (wafat 430 M) mengajarkan bahwa bahwa Allah itu esa. Bahwa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus memiliki esensi ilahi yang satu atau sama namun yang mewujudkan diri dalam bentuk atau pribadi yang berbeda. Ketiga pribadi itu sama dalam hal statusnya. Allah Bapa tidak lebih besar dari Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Setiap pihak berada pada status yang sama atau satu dan masing-masing memiliki peranan di dalam pihak-pihak yang lain. Ketiganya tidak terpisahkan.
  8. Nestorius (Kepala Gereja di Konstantinopel tahun 428-431) mengungkapkan ide tentang Yesus yang memiliki dua tabiat, yaitu yang ilahi dan manusiawi. Kedua tabiat itu tidak berhubungan secara erat bagaikan minyak dan air, yang tidak tercampur satu dengan yang lain. Yang dia utamakan adalah paham tentang kemanusiaan Yesus; bahwa Yesus adalah benar-benar manusia. Ia tidak menonjolkan pemahaman bahwa Yesus adalah benar-benar Allah atau Tuhan. Pemikiran Nestorius ini mengikuti teologi Origenes.
  9. Cyrillus (412-444 M) lawan dari Nestorius lebih menonjolkan pemahaman bahwa Yesus bukan benar-benar manusia, tetapi Ia benar-benar Allah. Bahwa Allah Bapa dan Yesus satu di dalam esensinya. Karena itu, Yesus adalah juga Allah. Bagi Cyrillu, hubungan antara tabiat manusiawi dan ilahi di dalam Yesus sangat erat, bagaikan air dan susu, yang tercampur menjadi satu. Dalam penyatuan, tabiat kemanusiaan Yesus menjadi hilang karena melebur dalam tabiat keilahiannya. Teologi Cyrillus ini mengikuti Ireneus dan Athanasius.

Beberapa tokoh lain yang juga membahas soal ini adalah: Praxeas, bahwa Tuhan Allah adalah Roh, dan dengan ini Dia disebut Bapa. Allah di dalam Yesus, yang adalah manusia atau daging disebut Anak (Allah Anak). Di dalam Yesus (manusia) Kristus (Roh), Bapa dan Anak menjadi satu. Ketika manusia Yesus menderita, Allah Bapa juga mengalami penderitaan. Di sini keesaan Allah diutamakan. Sabellius menjelaskan bahwa Allah adalah satu. Trinitas adalah cara menampakan diri Allah yang terdiri dari tiga penampakan, yaitu Bapa sebagai Pencipta dan pemberi hukum, lalu di dalam Yesus sebagai Juruselamat yang menyelamatkan umatNya, dan di dalam wajah Roh Kudus sebagai Yang menghidupkan. Sabellius memakai gambaran Matahari (sebagai Bapa dalam penampakannya, sebagai Anak dalam sinarnya, dan sebagai Roh Kudus dalam panasnya). Jadi di sini keesaan Allah ditekankan. Tokoh lain, yaitu Paulus Samosata menekankan ketritunggalan Allah dengan mengatakan bahwa Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus berdiri sendiri-sendiri. Menurutnya Tuhan Allah adalah satu pribadi tetapi terdiri dari tiga unsur yang berbeda, yaitu Logos sebagai Firmah (Allah Bapa) dan Roh sebagai Hikmat. Keduanya diam di dalam manusia Yesus. Ini diidentikan dengan satu orang yang memiliki dua kegemaran.[11]

Persoalan-persoalan tentang Yesus atau khususnya tentang Trinitas di atas, khususnya yang muncul antara abad 2 dan 3 M, dengan tokoh-tokoh Yustinus, Ireneus, Origenes dan Arius, kemudian ditanggapi oleh gereja dan bahkan kaisar Konstantinus (yang telah menjadi Kristen). Soal Trinitas diselesaikan dengan keputusan-keputusan yang dihasilkan di konsili Nicea (tahun 325) yang didukung oleh Kaisar Konstantinus, dan kemudian konsili Konstantinopel (tahun 381). Hasil dari konsili-konsili ini adalah rumusan Pengakuan Iman Nicea dan Konstantinopel, dan juga kemudian dengan Pengakuan Iman Rasuli (Apostolicum) yang dipegangi oleh orang-orang Kristen sampai saat ini.[12] Dalam sejarah Kristen, kontroversi besar-besaran tentang Trinitas tampak berhenti pada Konsili Konstantinopel dan hasil rumusan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel dan pengukuhan penggunaan Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan-pengakuan iman itu kemudian dipergunakan secara resmi di dalam kehidupan gereja, khususnya di dalam ibadah-ibadah, sampai saat ini. Memang masih ada pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh teolog-teolog Kristen (Katholik dan juga Protestan) namun pembahasan mereka tidak lagi membuat kehebohan di dalam diri umat dan lembaga-lembaga keagamaan Kristen. Pemikiran-pemikiran yang muncul kemudian hanya dipakai sebagai rujukan untuk uraian yang lebih luas dan mendalam. Karena itu tidak ada lagi konsili-konsili yang diadakan karena alasan pertentangan ajaran Trinitas itu.[13]

Konsep Trinitas, dilihat pada akar-akar kemunculannya, adalah hasil dari usaha untuk menjelaskan iman atau kepercayaan Kristen tentang Yesus dan Tuhan Allah di dalam konteks masyarakat Kristen hellenis, yang sangat dipegaruhi oleh pola pikir dan filsafat dan agama Yunani-Romawi, khususnya wacana filsafat hellenis tentang Tuhan/Dewa-Dewi, dunia dan manusia, khusus filsafat Neoplatonisme dan aliran Gnostik. Jadi pendekatan pembahasan tentang Yesus dan Tuhan-Allah bercorak filosofis-hellenis, yang sangat diwarnai oleh pemikiran tentang dewa-dewi atau tuhan yang dapat menjadi manusia, atau menikah dengan manusia, dan yang menghasilkan keturunan yang memiliki unsur ilahi dan manusiawi. Konsep-konsep tentang Yesus lalu dihasilkan dalam kerangka berpikir dan pendekatan ini. Paradigma seperti ini sebenarnya sudah terjadi di dalam perumusan ajaran-ajaran tentang Yesus di dalam kitab-kitab Injil, terutama Injil Yohanes, dan ajaran-ajaran Paulus. Hasilnya adalah misalnya paham tentang Yesus sebagai logos atau Firman, sebagai anak Allah dan Tuhan, serta kemudian ajaran Trinitas.[14] Menanggapi gelar yang diberikan kepada Yesus ini, muncul pemikir-pemikir yang menonjolkan konsep Yesus sebagai betul-betul manusia, atau Yesus sebagai betul-betul Allah, dan konsep tentang Yesus sebagai manusia dan sekaligus Allah. Untuk masyarakat pada jaman itu, konsep-konsep tentang Yesus ini tidak begitu asing dan tidak sulit untuk dipahami, walaupun memang perbedaan paham seperti itu dalam kenyataannya menimbulkan pertentangan atau bahkan perselisihan (yang kemudian diselesaikan dalam konsili-konsili seperti disebut di atas).

Perbedaan pandangan atau penekanan terhadap status dan peran Yesus di atas terjadi karena perbedaan latar belakang budaya dan pola pikir. Bagi masyarakat Yunani-Romawi, konsep Allah atau dewa yang memiliki anak dan manusia yang memiliki unsur ilahi sehingga dia bisa disebut anak Allah atau Tuhan adalah paham-paham yang tidak asing dan bisa diterima. Misalnya, cerita mitologi Yunani yang menceritakan tokoh Hercules sebagai anak Deus dan Hera (dalam film seri Hercules). Juga Alexander Agung, tokoh historis, dianggap atau disebut (oleh ibunya)) sebagai anak Deus. Di pihak lain, masyarakat yang tidak memiliki konsep-konsep dan pola pikir seperti itu di dalam budaya-agamanya, tidak akan mudah memahami konsep-konsep itu. Dan kelompok-kelompok seperti ini ada di dalam umat Kristen sendiri. Ini tampak pada diri Arius dan Nestorius yang tidak menerima atau mengabaikan keilahian Yesus dan mononjolkan kemanusiaanya.[15]

Karena konsep Trinitas adalah persoalan kontekstual pada masa itu dan di daerah Yunani-Romawi, maka umat Kristen di tempat dan masa yang lain tidak begitu cocok dengan dan sulit memahami konsep itu. Kebanyakan, orang Kristen di berbagai tempat dan zaman, hanya menerima saja warisan teologi/ajaran itu. Sampai saat ini, banyak orang Kristen masih belum memiliki penjelasan yang baku dan seragam tentang Trinitas, khususnya mengenai relasi ketiga nama yang disebut di dalamnya, yaitu Bapa, Putra dan roh Kudus. Di samping karena warisan, konsep itu tidak memiliki dasar atau rumusan yang jelas di dalam Alkitab. Dengan kata lain, Alkitab tidak memiliki pembahasan yang rinci atau ajaran yang baku, tentang Trinitas. Yang ada adalah pernyataan-pernyataan yang menunjuk kepada unsur-unsur Trinitas itu. Misalnya ungkapan Allah itu Esa (Kel.6:4; Mrk 12:29), Yesus tidak sama dengan Allah (Luk 23:46;1 Kor 15:28), dan ungkapan Kristus itu Tuhan (Yoh. 1:1; 20:28 dan 1 Kor12:3). Yang sangat jelas menyebut tiga unsur sekaligus itu adalah Matius 28:19, di mana Yesus menyuruh murid-murid untuk membaptis dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Dan juga ucapan berkat Paulus dalam 2 Kor 13:13, yaitu Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus. Ungkapan-ungkapan ini dan hubungan-hubungannya tidak mudah dijelaskan sehingga dapat dan telah ditafsirkan oleh orang Kristen secara berbeda-beda.

Memahami Unsur-unsur dalam Trinitas

Trinitas menunjuk kepada Allah yang tiga tapi satu. Allah ini dipahami secara umum dan berdasarkan rumusan Pengakuan Iman (Nicea-Konstantinopel dan Rasuli) sebagai satu (Zat atau substansi) namun terdiri dari tiga hal (apakah: oknum, pribadi, keberadaan-perwujudan, penampilan atau pun fungsi?) yang berbeda, yaitu Allah Bapa, Allah Putra (Yesus Kristus) dan Allah Roh Kudus. Allah Bapa dipahami sebagai Allah atau Tuhan yang menjadi asal-mula atau sumber segala sesuatu. Ia adalah Pencipta, sang Khalik semesta alam. Ia juga dipahami dan dipercayai sebagai yang Maha Tinggi, tidak dapat dilihat, sang kekal, kudus, tidak berubah dan esa. Ia tidak kelihatan, dan adalah Roh. Tetapi ia dapat menampakkan keberadaan dan kemampuanNya melalui berbagai cara yang diketahui manusia. Allah ini transenden, melampaui realitas dunia dan manusia.[16]

Allah Anak menunjuk kepada Yesus Kristus. Yesus ini disebut dengan begitu banyak gelar. Beberapa gelar yang menonjol adalah Yesus Firman, Kristus atau Mesias, Tuhan, Roh Allah, Anak Allah, Anak Manusia dan Hamba Allah. Dari gelar-gelar yang menunjukkan hakekat keilahiannya (seperti Logos atau Firman, Roh Allah dan Tuhan), Yesus kemudian disebut sebagai Allah (Anak). Di sini,Yesus Kristus disebut juga sebagai Allah. Pernyataan dalam Alkitab mendukung hal ini. Misalnya ketika malaikat mengatakan kepada Maria bahwa anak yang akan dikandung Maria itu akan disebut anak Allah; juga Roh Kudus akan turun atas Maria dan bahwa kuasa Allah yang maha tinggi akan menaunginya (Luk 1:32, 35); juga ketika Yesus dibaptis dan Roh Allah turun di atasnya seperti burung merpati dan Firman Tuhan “Inilah Anak yang kukasihi (Mat. 3:16, 17; Mrk 1:10, 11). Yesus juga menyatakan bahwa Ia adalah Anak Allah (Mat.27:43; Mrk 16:61), dan Ia menyebut Tuhan Allah sebagai BapaNya (Yoh 5:19, 23-26; 10:30). Semua pernyataan di atas dipahami sebagai bukti bahwa Yesus memiliki unsur keilahian, karena ia satu atau memiliki ikatan dalam Roh dengan sang Bapa.[17]

Roh Kudus menunjuk kepada Roh Allah. Yang Kudus tentu hanya menunjuk kepada Allah. Beberapa ayat Alkitab berikut dapat memberikan penjelasan (1). Yohanes 14: 16-26, Yohanes 15: 26-27, tentang akan dikaruniakannya Penolong, yaitu Roh Kebenaran atau Roh Kudus. (2). Yohanes 16:7-15, tentang Penolong, Roh Kebenaran, yang akan memberikan penjelasan tentang kehidupan dunia; dosa, keadilan dan hukuman. (3). Kisah Para Rasul 1:1-11, tentang janji pemberian Roh Kudus (4). Kisah Para Rasul 2:1-13, tentang turunnya Roh Kudus (pemenuhan janji Yesus). Roh Kudus ini adalah Roh Kebenaran; Ia adalah Roh Kudus; sifatnya abadi; dan peran atau pekerjaannya adalah sebagai penolong atau penghibur dan yang menyatakan dosa, keadilan dan hukuman.[18]

Trinitas dan Penjelasan Hubungan Antar Unsur-unsurnya

Sebagaimana uraian tentang kontroversi dan penyelesaian masalah Trinitas (dan juga Kristologi) pokok persoalan tentang Trinitas pada awal sejarah gereja itu telah diatasi secara resmi melalui konsili-konsili dengan rumusan-rumusan Pengakuan Iman yang diakui dan diterima oleh gereja (Barat dan Timur) sampai saat ini, termasuk kebanyakan gereja di Indonesia. Pengakuan-pengakuan iman itu, yaitu Nicea-Konstantinopel dan Rasuli diterima sebagai penjelasan resmi dan yang benar atau ortodoks Oleh karena itu, penjelasan hubungan-hubungan antara unsur-unsur dalam Trinitas itu tentu didasarkan pada pengakuan-pengakuan iman itu.[19]

Rumusan pokoknya adalah bahwa Kristus sehakekat dengan Allah (Nicea), dan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah esa menurut hakekat ke-Allah-annya tetapi merupakan tiga pribadi. Namun ketiganya tidak saling terpisah atau tidak dapat dipisahkan. Jadi pokok keputusan itu adalah bahwa Allah adalah esa, Yesus Kristus adalah Allah, namun Kristus tidak dapat begitu saja disamakan dengan Allah Bapa.[20] Bahwa ketiga unsur Trinitas, yaitu Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus adalah sehakekat (atau berasal dari satu Zat atau substansi), namun memiliki perwujudan dan/atau fungsi yang berbeda-beda. Allah Bapa sebagai Pencipta, Allah Anak sebagai Penebus dan Penyelamat, dan Roh Kudus (adalah Roh Allah) sebagai penolong, penghibur, dan pemberi kekuatan dan hikmat kepada manusia di dalam menjalani kehidupannya saat ini. Di samping itu, penjelasan tentang Yesus sebagai Tuhan atau Allah berdasarkan cerita di dalam Alkitab, yaitu bahwa Ia dikandung oleh ibunya, Maria, karena Roh Kudus. Jadi kehendak dan Roh Allah-lah yang menjadi Yesus melalui rahim Maria dan kemudian menjadi manusia di dalam diri dan kepribadian Yesus Kristus. Roh Allah dalam Yesus inilah yang membuat Yesus mampu melakukan karyaNya di dalam dunia, yaitu menebus dosa dan menyelamatkan manusia. Di sisi lain, dipahami bahwa Yesus tercipta oleh dan merupakan perwujudan dari kehendak dan Roh Allah. Dengan begitu, Yesus ini merupakan Diri Allah sendiri. Karena itu untuk mengenl Allah, orang dapat memperolehnya melalui pengenalan akan Yesus Kristus.[21]

Dalam kepercayaan tradisional dan ortodoks Kristen, Trinitas lebih menunjukkan apa yang Allah kerjakan, bukan tentang siapa Allah itu. Yang sudah pasti mengenai pemahaman dan pengakuan tentang Allah itu adalah kepercayaan bahwa Allah itu satu, dan hanya satu. Allah yang esa ini telah berkarya di dalam keberadaan dan kehidupan manusia dan alam semesta. Ia yang menciptakan dunia dan manusia (sebagai Allah Bapa); Ia yang menebus dosa dan menyelamatkan manusia dari hukuman karena dosa (sebagai Allah Anak); dan Ia yang menuntun, melindungi, menolong, memberi hikmat dan kemampuan dalam menjalani kehidupan di dunia ini (Allah Roh Kudus), serta ia yang akan menghakimi dan menempatkan manusia di dalam KerajaanNya, yaitu sorga yang kekal (sebagai Allah Trinitas). Karya Allah inilah isi dari Alkitab.[22]

Dalam hal lain, pemakaian istilah “Bapa, Anak dan Roh Kudus” menunjukkan relasi personal dari ketiga perwujudan Allah itu. Bapa adalah gelar atau sebutan untuk Allah Yang Maha Esa. Gelar Bapa menunjuk kepada statusNya sebagai Sumber segala sesuatu, dan yang melakukan segala hal dengan wibawa, kemampuan dan cara sebagaimana seorang Bapa (terhadap anak-anaknya) yang didasarkan dan ditandai oleh cinta-kasih dan kemurahan hati. Anak adalah gelar yang diberikan kepada Yesus dalam relasinya dengan Allah-Bapa. Gelar Anak menunjukkan bahwa 1) Yesus memiliki-mewarisi kekuatan dan kekuasaan Allah (Bapa-nya); 2) bahwa gelar anak menunjukkan kesetiaan atau loyalitasnya di dalam Ia melakukan karya penebusan dan penyelamatannya; dan 3) gelar Anak menunjukkan relasi ke-satu-an Zat atau substansi atau Roh Yesus itu dengan sang Bapa. Gelar Roh Kudus menunjukkan wujud Allah sebagai Roh yang berkerja atau berkarya di dalam kehidupan manusia dan dunia dengan tanpa kelihatan tetapi yang dapat dialami dan dirasakan.[23]

Kesimpulan

Dari catatan-catatan pemikiran tentang Trinitas itu, dapat dikatakan bahwa orang-orang Kristen berusaha merumuskan kepercayaannya tentang Yesus dalam hubungannya dengan Tuhan-Allah dan Roh Kudus sesuai dengan penafsiran dan pemahamannya masing-masing. Umumnya, mereka berusaha memegang ajaran tentang Allah yang esa dan karena itu mereka memahami bahwa sebutan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus hanyalah perwujudan atau manifestasi diri dan sifat-sifat dan atau fungsiNya. Di lain pihak, ada orang Kristen lain juga menjelaskan kepercayaan mereka bahwa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus itu adalah oknum sendiri-sendiri dengan status dan fungsi yang berbeda. Jadi memang pemahaman tentang Trinitas tidak benar-benar baku dan seragam, atau memiliki satu penjelasan saja.

Pengakuan Iman yang dipegangi umat Kristen juga memperlihatkan pemahaman dan rumusan yang tidak sama (antara Pengakuan-pengakuan Iman yang ada). Karena itu, dapat dikatakan bahwa Trinitas dapat ditafsirkan dan dipahami sesuai dengan kemampuan dan pola pikir umat Kristen di tempat dan jaman mana ia berada. Namun, yang pasti dan prinsipil adalah bahwa umat Kristen memahami dan mempercayai bahwa Allah adalah satu. Dan bahwa Trinitas adalah penjelasan tentang fungsi atau pekerjaan dari Allah Trinitas itu di dalam dan terhadap manusia dan dunia ini, serta relasi personal dari unsur-unsur Trinitas itu sebagaimana relasi antara Bapa dan Anak, serta semangat, hikmat dan kemampuan dari Roh Kudus yang ada dan yang berkarya pada manusia dan dunia.

Yang penting untuk digaris-bawahi di sini adalah bahwa tidak ada teolog yang mempersoalkan tentang terminologi yang dipakai dalam pembahasan mereka. Istilah-istilah, seperti Allah sebagai Bapa, atau Allah sebagai Anak, dan Alah sebagai Roh Kudus, juga Yesus sebagai Tuhan atau Allah, Yesus sebagai Anak Allah, Yesus yang diperanakkan oleh Allah, atau Allah yang punya Anak, dipergunakan begitu saja tanpa kritik yang keras, atau tanpa penolakkan yang berarti. Istilah-istilah itu tampak sudah sangat dikenal di dalam masyarakat pada saat itu dan penggunaannya tidaklah dianggap salah. Hal ini karena isilah-istilah itu berasal dari konsep budaya-keagamaan masyarakat Yunani-Romawi pada saat itu. Konsep bahwa dewa menikah (dengan sosok dewa lain atau sosok manusia), dan memiliki Anak, atau seseorang dipercayai sebagai Anak Allah, khususnya Kaisar dan orang-orang yang dianggap memiliki kharisma, ada atau ditemukan dalam berbagai mitologi keagamaan Yunan-Romawi. Jadi, masyarakat banyak tentu dapat memahami dan menerima penggunaan istilah-istilah seperti itu. Persoalannya adalah ketika istilah-istilah itu beredar di dalam konteks (di tempat, waktu dan pola pikir) masyarakat yang berbeda, apalagi istilah-istilah itu tidak dipergunakan, maka dapat terjadi ketidak-mengertian dan salah-paham. Salam paham kemudian dapat menimbulkan kritik, pertentangan dan perpecahan. Misalnya, ketika istilah Trinitas, atau Yesus sebagai Anak Allah dan Tuhan beredar di dalam masyarakat Indonesia di masa kini. Konsep-konsep itu dapat diragukan atau bahkan dianggap sesat karena dianggap sebagai ajaran yang tidak masuk akal. Mana mungkin Allah punya Anak; atau Yesus-manusia disebut Tuhan; dsb. Pertanyaan seperti ini dapat juga disampaikan terhadap ajaran-ajaran lain dari agama Kristen, dan juga agama lain. Sekian.

Sumber Bacaan:

Kitab Suci: -Alkitab Dengan Ayat-ayat Referensi. Jakarta: LAI, 1990.

-Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama, 1994.

Abineno, J.L.Ch., Roh Kudus dan PekerjaanNya. Jakarta: BPK-GM, 1975.

Ambrie, Hamran, KeIlahian Jesus Kristus. Jakarta: PB Sinar Kasih, 1977.

Ambrie, Hamran, Dialog Tertulis Islam-Kristen. Jakarta: PBK Sinar Kasih, 1983.

Bakry, Hasbullah, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible. Jakarta: Pustaka Al-

Hidayah, 1989 (cet.e-7).

Banawiratma, J.B. (ed.), Kristologi dan Allah Tritunggal. Yogyakarta: Kanisius, 1986.

Barth, K., Church Dogmatics. Edinburgh: (1932-1950).

Berkhof, H. & I.H. Enklaar, Sejarah Gereja. (Trj.). Jakarta: BPK-GM, 1988.

Berkhof, Louis, The History of Christian Doctrines. Grand Rapids-Michigan: baker Book

House, 1990 (10th reprinting).

Budyanto, Mempertimbangkan Ulang Ajaran tentang Trinitas. Yogyakarta: Taman

Pustaka Kristen, 2001.

End, Th. van den, Harta Dalam Bejana. Jakarta: BPK,

Gazalba, Sidi, Dialog antara Kristen Advent dan Islam. Jakarta: Bulan-Bintang, 1972.

Groenen, C., Kitab Suci tentang Roh Kudus dan Hubungannya dengan Allah Bapa dan

Anak Allah. Yogyakarta: Kanisius, 1981.

Hadiwijono, Harun, Iman Kristen. Jakarta: BPK-GM, 1980 (cet. 18, 2007).

Haight, Roger, Jesus, Symbol of God. NY: Orbis Books, 1999.

Kirchberger, Georg, Allah Menggugat. Sebuah Dogmatik Kristiani. Maumere: Penerbit

Ledalero, 2007.

Lane, Tony, Runtut Pijar. Sejarah Pemikiran Kristiani. (Trj). Jakarta: BPK-GM, 1990.

Lee, Jung Young, The trinity in Asian Perspective. Nashville: Abingdon Press, 1996.

Lohse, Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Trj). Jakarta: BPK-GM, 1988.

McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi (trj.). Jakarta: BPK-GM, 1997.

Niftrik, G.C. van, & B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK-GM, 1958 (cet.6,

1987).

Oranje, L., Arti Politis Trinitas. Djakarta: BPK-GM, 1972.

Sudjaly, B. Broto, Sejarah Dogma Trinitas. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, (Kata

Pengantar), 1986.

Tobing, Andar, Apologetika tentang Trinitas. Djakarta: BPK-GM, 1972.

Urban, Linwood, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. (Trj). Jakarta: BPK-GM, 2006.

Lampiran 1. Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel[24]

(hasil Konsili tahun 325 di Nicea dan tahun 381 di Konstantinopel)

Aku percaya kepada satu Allah Bapa, Yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi,

Segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.

Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal,

Yang lahir dari sang Bapa sebelum ada segala zaman,

Allah dari Allah, terang dari terang,

Allah yang sejati dari Allah yang sejati,

diperanakan, bukan dibuat,

sehakekat dengan Sang Bapa,

yang dengan perantaraanNya segala sesuatu dibuat;

yang telah turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita,

dan menjadi daging, oleh Roh Kudus, dari anak dara Maria, dan menjadi manusia,

yang disalibkan bagi kita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus,

menderita dan dikuburkan;

yang bangkit pada hari ketiga; sesuai dngan isi Kitab-kitab,

dan naik ke surga, yang duduk di sebelah kanan Sang Bapa,

dan akan datang kembali dengan kemuliaan

untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati;

yang kerajaannya takkan berakhir.

Aku percaya kepada Roh Kudus,

Yang adalah TUHAN dan yang menghidupkan,

Yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak,

Disembah dan dimuliakan,

Yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi.

Aku percaya kepada satu gereja yang kudus dan am dan rasuli.

Aku mengaku satu baptisan untuk pengampunan dosa.

Aku menantikan kebangkitan orang mati dan kehidupan di zaman yang akan datang. Amin.

Lampiran 2. Pengakuan Iman Rasuli[25]

Aku Percaya kepada Allah bara, Yang Maha Kuasa, Khalik langit dan bumi.

Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal, TUHAN kita,

yang dikandung sari pada Roh Kudus,

lahir dari anak dara Maria,

yang menderita di bawah pemerintahan Pontius pilatus,

disalibkan, mati dan dikuburkan,

turun ke dalam kerajaan maut,

pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati,

naik ke surga, duduk di sebelah kana Allah Bapa, Yang Maha Kuasa,

dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

Aku percaya kepada Roh Kudus; Gereja yang kudus dan am; persekutuan orang kudus;

Pengampunan dosa; kebangkitan daging; dan hidup yang kekal.



[1] Tulisan ini adalah hasil revisi dari tulisan saya yang sudah diterbitkan dalam Jurnal Titik Temu Vol. 3, No. 1, Juli – Desember 2010. Jakarta: Nurcholis Madjid Society, January 2011.

[2] Lih. Lihat Lane, Runtut Pijar; Sudjaly, Sejarah Dogma Trinitas; Tobing, Apologetika tentang Trinitas; Lee, The Trinity in Asian Perspective; Budyanto, Mempertimbangan Ulang Ajaran tentang Trinitas; Kirchberger, Allah Menggugat. Sebuah Dogmatik Kristiani; dsb.

[3] Lihat perdebatan-perdebatan antar Islam dan Kristen soal ini antara dalam: Hasbullah Bakry, Isa dalam Qur’an Muhammad dalam Bible; Sidi Gazalba, Dialog antara kristen Advent dan Islam; Hamran Amrie, Dialog Tertulis Islam-Kristen; Andar Tobing, Apologetika tentang Trinitas; Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen Islam.

[4] Misalnya yang dilakukan oleh Harun Hadiwijono (Iman Kristen), van Niftrik&Boland (Dogmatika Masa Kini), Abineno (Roh Kudus dan Pekerjaannya), Groenen (Kitab Suci tentang Roh Kudus), JY Lee (The Trinity in Asian Perspective), Budyanto (Mempertimbangkan Ulang tentang Trinitas), dan Kirchberger (Allah Menggugat). (Lihat tulisan mereka di Daftar Bacaan di bawah). Kebanyakan mereka menjelaskan Trinitas berdasarkan ajaran-ajaran dan rumusan-rumusan tradisional dalam sejarah gereja, dan karena itutidak ada perubahan atau pembaruan yang prinsipil. Namun, Budyanto mengusulkan untuk mempetimbangkan ulang dan mengusulkan agar kata Trinitas (dan bahkan juga sebutan Yesus sebagai Tuhan) tidak usah dipergunakan. Lihat, Budyanto, Mempertimbangkan Ulang, (khususnya bagian kesimpulan hl 329-340). Juga, Kirchberger tampak mengajak umat kristen untuk tidak mengutamakan pembicaraan tentang Yesus sebagai Tuhan atau sosok ilahi sebagaimana dalam dogma tradisional, tetapi lebih menonjolkan Yesus yang berbuat, yang menebus dosa dan menyelamatkan manusia.

[5] Umumnya di dalam ibadah-ibadah gereja-gereja aliran utama (khususnya anggota PGI), rumusan Pengakuan Iman atau credo yang berisi tentang trinitas itu dibacakan atau diucapkan sambil berdiri. Rumusan pengakuan yang digunakan secara bergantian adalah Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinople. Lihat isi pengakuan-pengakuan iman ini pada halaman-halaman lampiran di bawah.

[6] Kata Trinitas adalah kata dalam bahasa Latin, karena itu maka istilah itu tidak ditemukan di dalam Alkitab, khususnya Perjanjian Baru yang berbahasa Yunani. Orang yang diduga sebagai pengguna pertama istilah Trinitas adalah Tertullianus. Ia adalah teolog Kristen yang lahir di Kartago (Tunisia sekarang) tahun 160 M (wafat sekitar tahun 220 M), dari keluarga Romawi paganis (beragama Romawi). Ia diduga sebagai teolog yang pertama kali menulis soal-soal teologi dalam bahasa Latin. Karena itu dia disebut sebagai bapa teologi Latin. Lihat Lane, Runtut Pijar, 9-14; Sudjaly, Sejarah Dogma Trinitas, 32-35.

[7] Lihat End, van den, Harta dalam Bejana, 71; Berkhof&Enklaar, Sejarah Gereja, 39-40; Berkhof, Louis, The History of Christia Doctrines, 77-86; Urban, Sejarah Ringkas, 54-57; Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 40-45.

[8] Dikutib dari Lohse, Ibid, 41-43. Lihat juga teks yang sama dalam van Niftrik&Boland, Dogmatika Masakini, 563-565. Pengakuan Iman ini yang kemudian dipergunakan oleh Gereja Barat (Khatolik dan kemudian juga Protestan) dan kebanyakan gereja arus utama di Indonesia sampai saat ini, yang dikenal dengan nama Pengakuan Iman Rasuli (lihat rumusannya pada lampiran 2).

[9] Lihat End van den, Harta Dalam Bejana, 71-80, dan Berkhof & I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, 27-29; Lane, Runtut Pijar, 9-67; dan Sudjaly, Sejarah Dogma Trinitas, 29-47; Lohse, Ibid. 46-53.

[10] Lihat Tobing, Apologetika tentang Trinitas, 18-18; End van den, Ibid., 71-80; Berkhof & Enklaar, Ibid., 27-29; Lane, Ibid, 9-67; Sudjaly, Ibid., 29-47; Lohse, Ibid., 46-70; Budyanto, Op.Cit., 15-47; Berkhof, Louis, Op.Cit., 84-93; Urban, Op.Cit., 63-83;

[11] Lane, Op.Cit., 9-67; Sudjaly, Op.Cit., 29-47; Lohse, Op.Cit., 46-70; Budyanto, Op.Cit., 15-47; Berkhof, Louis, Op.Cit., 84-93; Urban, Op.Cit., 63-83.

[12] Lihat teks rumusan-rumusan konsili-konsili itu yang kemudian diakui sebagai teks pengakuan iman, di lampiran 1. Hasil konsili Nicea dan Konstantinople digabungkan dan dihasilkan rumusan seperti pada lampiran 1. Di samping hasil-hasil konsili-konsili tersebut, ada juga pengakuan iman yang diterima secara umum oleh gereja-gereja, yaitu Pengakuan Iman Rasuli, yang dipercayai berasal dari para rasul atau pengikut Yesus mula-mula. Lihat teks pengakuan Iman Rasuli pada lampiran 3.

[13] Para teolog yang dikenal membahas topik itu secara serius adalah khususnya di abad 20 Karl Rahner (Katholik) yang berpengaruh pada konsili Vatikan II dan Karl Barth (Protestan) yang sangat mempengaruhi teologi atau ajaran Kristen Protestan modern.

[14] Bandingkan dengan ulasan Olaf Schumman tentang konsep ini dari sudut pandang teologi Kristen dalam tulisannya “Beberapa Masalah Teologis antara Muslim dan Kristen” dalam Olaf Schumman, Pemikiran Keagamaan dalamTantangan, 191-221. Ulasan dengan pendekatan teologis Schumman ini berbeda dengan pendekatan Ilmu Agama yang penulis lakukan dalam soal ini, yaitu melihat pengaruh pemikiran-pemikiran kontekstual terhadap pemahaman dan rumusan doktrin tentang Yesus ini.

[15] Para pengikut Nestorian (yang kemudian menjadi penganut atau gereja Nestorian) bertikai dengan pemimpin gereja Timur-Byzantium yang berpusat di Konstantinopel (yang sangat dipengaruhi oleh hellenisme). Kelompok Nestorian ini harus menyingkir ke Siria, dan kemudian mendiami daerah sekitar Siria Timur dan Persia Barat. Menurut cerita-cerita tradisional dalam sejarah Islam, nabi Muhammad sempat bertemu dan bergaul dengan kelompok Kristen ini ketika ia mengadakan perjalanan berdagang ke daerah Siria dan sekitarnya. Ada cerita tentang pertemuan Nabi Muhammad dengan seorang biarawan yang bernama Bahira atau Buhaira, yang kemudian melihat tanda sebagai bukti kenabian pada Nabi Muhammad.

[16] Lihat Budyanto, Op.Cit., 55-244; Hadiwijono, Iman Kristen, 103-143; Groenen, “Kristologi dan Allah Tritunggal” dalam Banawiratma (ed.), Kristologi dan Allah Tritunggal, 13-39; Niftrik&Boland, Op.Cit., 547-560; Lee, Op.Cit., 50-180; Berkhof, Louis, Op.Cit., 83-93; Urban, Op.Cit., 54-78.

[17] Ibid.

[18] Ibid.

[19] Lihat isi pengakuan-pengakuan iman itu di lampiran 1 dan 2.

[20] Lihat penjelasan dari sumber-sumber pada catatan kaki 18 di atas.

[21] Ibid.

[22] Ibid.

[23] Ibid.

[24] Dikutib dari Tata Cara Ibadah GMIM. Tomohon: Badan Pekerja Sinode GMIM, 1979.

[25]Pengakuan Iman Rasuli ini diduga berasal dari pernyataan-pernyataan tentang Allah-Bapa, Yesus dan Roh Kudus, yang diperlakukan sebagai pengakuan iman dan mulai beredar di kalangan umat Kristen sekitar tahun 150 M. Pengakuan ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi umat Kristen dalam menghadapi tantangan dari berbagai kelompok dan aliran pemikiran, terutama dari kalangan Gnostik dan Doketisme. Nama yang dipakai terhadapnya saat itu adalah Symbolum Apostolorum (Pengakuan Rasul-rasul) dan Symbolum Romanum (pengakuan Roma). Lihat Niftrik dan Boland, Dogmatika Masakini, 563-565.

4 comments:

  1. Yang Terhormat Bapak – Ibu
    Berdasarkan pada penerangan oleh Roh Kudus dan dialog dengan banyak orang, penulis dapat menyimpulkan beberapa pertanyaan penting yang berhubungan dengan Trinitas dan sering ditanyakan dalam debat, dialog maupun diskusi dan pertanyaan pertanyaan ini yang membawa penulis bisa lebih luas memahami hal-hal yang tidak terpikirkan silahkan download di google ketik: kebenaran-trinitas.com dan pertanyaan itu antara lain:
    1. Apakah yang pertama kali yang diciptakan oleh Tuhan YAHWEH?
    2. Mengapa manusia bisa berfikir dan berbudaya sedangkan hewan tidak bisa berfikir dan tidak mempunyai budaya
    3. Siapa yang pertama menggunakan konsep Trinitas?
    4. Untuk apa konsep Trinitas itu ada?
    5. Yesus berbicara dalam Yohanes: 10:30 " Aku dan Bapa adalah satu. " tetapi Yesus tidak mengenal hari kiamat? in Matius: 24:36
    6. Yesus juga Tuhan tapi Yesus tidak tahu hari kiamat Matius: 24:36
    7. mengapa Yesus disebut Mesias dan mengapa Yesus disebut Tuhan?
    8. Yesus Tuhan mengapa harus berpuasa
    9. Yesus Tuhan mengapa ketika mau mati dia berbicara dalam Matius 27:46 ". . . that is to say, My God, my God, why hast thou forsaken me?
    Pertanyaa No. 5 dan 6 ini pertamakali penulis diterangi oleh Roh Kudus dan pertanyaan ini mengandung philosofi yang luar biasa indahnya, belum ada didunia ini seindah philosofi ini pertanyaan ini pertama Roh Kudus menerangi saya tentang Trinitas dan menyuruh saya menulis buku ini.
    Akhir kata penulis menyampaikan, setiap orang yang meminta akan menerima, siapa yang mengetok, pintu akan dibukakan, siapa yang mencari kebenaran dia akan mendapatkan dan siapa yang mendapatkan dia harus bersaksi tentang kebenaran itu karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.
    Baca Amsal 8:22-36 Anda akan terkejut dan mengapa Tuhan Yahweh mengirimkan Amsal 8:22-36.
    Silahkan download di google ketik: kebenaran-trinitas.com
    Hormat Saya
    Ir.Johanes Sudarsiman

    ReplyDelete
  2. Pak Ir.johan ngmong ap sih pak.. Mndingan lngsung aj jelasin gmna itu trinitas agar smua jelas.. Bgaimana anda mnjelaskan 100% tuhan tpi jg 100% manusia.. Yg dia adalah allah tpi jga pd faktanya jg manisia seutuhnya.. Ap boleh dibilang kalau tuhan yesus itu adlah SANG MANUSIA TUHAN.. bkankah yesus kristus itu 100% manusia tpi jg scara bersama dia jg 100% tuhan.. Coba anda jelaskan hal itu pak Ir johan yg terhormat...

    ReplyDelete
  3. Pak Ir.johan ngmong ap sih pak.. Mndingan lngsung aj jelasin gmna itu trinitas agar smua jelas.. Bgaimana anda mnjelaskan 100% tuhan tpi jg 100% manusia.. Yg dia adalah allah tpi jga pd faktanya jg manisia seutuhnya.. Ap boleh dibilang kalau tuhan yesus itu adlah SANG MANUSIA TUHAN.. bkankah yesus kristus itu 100% manusia tpi jg scara bersama dia jg 100% tuhan.. Coba anda jelaskan hal itu pak Ir johan yg terhormat...

    ReplyDelete
  4. Teks Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד. "

    Cara membacanya," Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad. "

    ( Ulangan 6 : 4, Markus 12 : 29 )
    ברוך שמ כבוד מלכותו לעולם ועד
    Barukh Shem kevod malkuto le'olam va'ed

    🕎✡️🐟ש🕊️🤚🏻📜🗺️🌾🍇🍎🍏✝️

    ReplyDelete